Kerapuhan ini kembali lagi. Walau harus berupaya menutupinya, kian semakin rapuh. Penampilan, gaya, serta pengetahuan duniawi telah sangat menjadikanku menjadi manusia angan-angan, manusia mimpi, manusia idealis yang tidak realistis. Dalam maya kucari kesempurnaan dunia serba terpenuhi. Kesendirian tiada beban dunia terasa kala kesempurnaan hanya tebawa dalam alam pikir. Kualami dan kusadari, dalam dunia ide, pengetahuan menjadikan manusia tak seutuhnya bersatu dalam alam nyata. Ide tak selamanya gampang dan sukses diaplikasi dalam keterbatasan hidup. Dan, perjuangan, bila itu sebuah kata kerja dalam alam nyata, maka ide tak
selamanya mengikuti kemauan dunia nyata.
selamanya mengikuti kemauan dunia nyata.
Sudah sekian tahun, dalam hampir setiap hari, dunia maya kusembah. Saat jemari merangkai kata, dan saat mata tiada lelah menatap layar dunia maya, dalam pikir kusadari aku sepenuhnya berada dalam kontrol "dunia maya". Era transnasionalisme menjadi ciri khas penting dari proses globalisasi. Walau dunia hanyalah sebuah 'terminal hidup', banyak hal, termasuk kekuasaan liberalisme menghipnotis manusia menjadi robot yang dapat dikendalikan. Dari waktu, umur sekejap terbuang dalam kekuasaan dunia. Dunia yang tidak menjadikan manusia hidup seadanya sebagai manusia dalam alam nyata, sebuah alam yang tidak ada dalam dunia metafisik. Sungguh ironiskah diriku? Haruskah kumenyalahi dunia dikala kutahu dunia memiliki seribu satu macam pembenaran? segala alasan pembenaran yang akan memojokanku, yang menempatkan diriku sebagai manusia kuno, kampungan, tolol, tra gaul, tra moderen, dll. Ataukah itu dugaan berlebihan yang terlintas dalam penat. Entahlah.
Tapi kini kusadari, aku bosan meratapi hidup dan realita yang tak realistis dalam alam nyata. Ku anggap itu sebuah kegagalan besar, karena telah menghidupi kesia-siaan hidup yang tiada abadi. Dan bukankah soal keabadian menjadi alasan kita masih tetap berjuang? walau dunia pasti bertanya dalam ketidakpastian yang tiada abadi juga. Oh, semakin membuat aku bingung. Bingung terhadap pola berpikir yang semakin kacau dalam mensiasati hidup. Memang, terkadang berlebihan memandang hidup, walau itu sebuah perspektif yang didasari oleh emosional dan sikap subjektif yang berlebihan. Ku sadari setiap manusia memiliki alam berpikir yang berbeda, tergantung bagaimana menilainya.
Kusadari dalam hidup yang tiada abadi, manusia -yah termasuk saya- memiliki keinginan yang tiada pernah habis. Memang "tidak pernah puas" adalah sikap dasar manusia. Terkadang saya beranggapan bisa menjadi manusia yang bisa melampaui batas kemampuan manusia yang lain, dan disaat itu, saya merasa menjadi manusia yang tidak pernah puas dan tidak menghargai apa yang telah saya miliki. Itulah manusia. Itulah saya. Oh, terlalu terlalu burukkah aku. Keinginan dunia kugapai sekejab agar dunia memandangiku dengan batas-batas kesempurnaan duniawi. Kenapa juga harus aku mengikuti keinginan dunia. Apakah aku harus menjadi apa yang diinginkan dunia. Tapi, bila tidak, apakah aku harus sibuk membentuk duniaku sendiri disaat hidup harus dipacu dalam dunia kekinian? Sungguh rapuh tersakiti dunia yang membuat aku semakin bingung melukiskan sesuatu.
Blogku, haruskah kutinggalkan dirimu bila menulis di dindingmu itu hanyalah menyakitkan. Setiap menulisnya, ku anggap sedang mengorek luka lama yang tersimpan rapi dalam alam bawa sadar. Sebab pernalah pikiran menjadi korban beropikir. Ah, itu kata-kata yang terlalu mengada-ada. Sebenarnyalah hidup harus berpikir banyak, agar tidak miskin otak, miskin rasa. Menulis bukanlah menggambarkan dunia maya, tapi menggambarkan sebuah realita hidup yang sedang dijalani. Terkadang harus begitu agar aku tahu bahwa seperti itulah sebenarnya diriku, dan pernah seperti itulah diiriku disaat menulisnya. Hahah
Baik, ada beberapa topik yang akan saya ulas, bila waktu memungkinkan. Semuanya tentang hidup. Tentang jalur yang kita pilih. Tentang Realita dan idealisme. Ku harap untuk tidak menulis hal-hal idealis. Ku berupaya menulis dunia real, tentang apa dan bagaimana saya dan dunia dalam menghidupi hidup yang tiada abadi. Ku harap itu dapat membuatku sadar untuk berubah dan memulai hidup dari realita, bukan maya.
Share
bukmer, 15 Nov 2012 | 05.07 sore
0 komentar:
Posting Komentar