20/06/11

Wajah Indonesaia dalam Kisruh Otsus-MRP

Victor Yeimo

Pemerintah Indonesia dengan begitu terbuka menerapkan malpraktek pemerintahan kolonialismenya di Papua Barat. Otsus, walaupun awalnya dianggap sebagai semangat rekonsiliasi, tetapi pada akhirnya 'digagalkan' oleh sikap Jakarta yang inkonsisten, anti demokrasi, anti HAM, ekploitatif dan represif. Pemerintah Indoensia juga sangat terbuka dalam memainkan politik Devide it empera (Politik pecah belah) melalui pembentukan Provinsi Irja Barat (sekarang Papua Barat), dan kini pembentukan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) di Provinsi Papua Barat. Ini menjadi kewajaran dan bukti bahwa kebijakan Otsus tidak sedang didorong dengan semangat rekonsiliasi, tetapi sangat kental dengan semangat kolonisasi wilayah Papua.

Dalam semangat kolonisasi itu, Resim susilo Bambang Yudhoyono yang adalah mantan Menkopolkam terus menempatkan politik sebagai dimensi utama dalam persoalan Papua. Sby tahu persoalan Papua. Sby tahu orang Papua terus mempermasalahkan "integrasi 63" dan "PEPERA 69" melalui demonstrasi tuntut referendum; Sby tahu isu Papua terus bergema diluar negeri dan pihaknya terus dikecam oleh pendukung kemerdekaan Papua dan NGO; Sby tahu Otsus telah gagal di Papua. Maka ia sangat hati-hati dalam menerapkan berbagai kebijakannya di Papua. Ia bermain cantik dengan trik politiknya. Ia bediam diri dan membiarkan masalah Papua ditangani oleh orang-orang kepercayaannya di DPR RI, di Militer, Di Polisi, di Mendagri, di Menlu, di Gubernur Papua dan Papua Barat dan di BIN.

Gerilya politik dalam kasus Pelantikan MRP dan MRPB tampak lebih jelas bagaimana Jakarta dan elit-elit Papua menghegemoni kesadaran rakyat Papua yang menginginkan penyelesaian masalah Papua secara tuntas dan final. Bagaimana tidak, gelombang protes "tolak Otsus" dan "Tuntut Referendum" terus diupayakan dengan trik pengalihan issu. Jakarta dan elit-elit kepentingan di Papua terus berupaya agar faktor "integrasi 63" dan "Pepera 69" tidak menjadi masalah dan isu yang central di Papua, karenanya mereka ingin agar orang Papua mengikuti arus penciptaan kondisi yang dilakukan Jakarta.

Bagi Jakarta, menciptakan konflik vertikal dan horisontal di Papua adalah hal yang gampang, karena mereka tahu bahwa elit-elit Papua yang bermental budak itu memiliki nafsu kedudukan dan uang, sehingga bagaimanapun mereka biarkan elit-elit Papua -bersama kekuatan tersembunyi dari jakarta- untuk seenaknya melakukan malpraktek penyelenggaraan pemerintahaan kolonilnya di Papua (Misalnya, Korupsi dan Otsus besar-besaran dibiarkan). Jangan heran bahwa elit-elit Papua juga sangat pintar mempermainkan Jakarta. Pemeritah Indonesia paling cepat mendengar elit-elit Papua yang meminta pemekaran kabupaten dan provinsi dengan alasan meredam isu "disintegrasi" atau dengan alasan "demi menghancurkan separatisme".

Ini merupakan bentuk lain dari wajah kolonialisme Indonesia di Papua Barat yang akan memperuncing kesadaran rakyat untuk mengerti siasat penjajahan Indonesia. Bagai api dalam sekam, Indonesai terus meniup barahnya dan sejarah akan membuktikan bahwa dengan kesadaran praktek penjajahan yang nyata itu, rakyat Papua terus bangkit mempertajam garda perlawanannya, merebut cita-cita pembebasanya.**

[+/-] Selengkapnya...

17/06/11

Ideologisasi Perjuangan Papua

Dalam sebuah diskusi bersama Jeffy Papare mengemuka beberapa ide-ide tentang Papua dan perjuangan ideologis. Berikut ini diskusi lepas yang berguna bagi perjuangan Papua.

Dari: jeffrey_raynold()yahoo.com
Judul: [satu-kata-lawan] (unknown)
Kepada: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Tanggal: Jumat, 17 Juni, 2011, 1:00 PM

Demokrasi berasal dari kata klasik Demos dan Kratos dalam bahasa Yunani yang artinya adalah Pemerintahan yg dilakukan oleh, dari dan untuk rakyat itu sendiri.

Sementara itu jauh sesudahnya demokrasi terus berkembang sesuai dengan kearifan budaya dan lingkungan masyarakat. Para pesiarah yg lari dari Spanyol dan Inggris atas ketidakpuasan mereka terhadap kerajaan dengan aturan-aturan agama Katolik yg dianggap terlalu otoriter membuat mereka bercita-cita untuk mencari tempat baru agar mereka dapat hidup bebas dalam menentukan nasib sendiri.

Amerika Serikat adalah sebuah benua baru yg menjadi tempat bagi mereka untuk menumbuhkan cita-cita hidup bebas tersebut.. Lahirlah cita-cita hidup bebas tersebut melalui khotbah-khotbah diatas mimbar dan diakhiri dengan diskusi-diskusi singkat setiap hari minggu oleh pendeta-pendeta dan jemaatnya tentang konsep hidup bebas seperti yg telah diajarkan oleh Yesus Kristus kepada umat-Nya. Itulah konsep demokrasi mula-mula yg lahir ditengah-tengah umat Kristen di Amerika. Oleh sebab itu tidaklah heran dikalangan Kristen fundamentalis mula-mula yg lahir di negara Uncle Sam ini percaya dan meyakini bahwa USA adalah Tanah Perjanjian atau inilah negeri yg dimaksud dengan Yerusalem Baru dalam kita perjanjian baru. Perlahan tapi pasti mereka mengubah Amerika yg awalnya disebut sebagai lahan kritis menjadi lahan yg subur dan makmur bagi perkembangan Amerika.

Disisi lain kebebasan hidup itu memakan korban yg tidak sedikit, sebab kebebasan hidup itu telah merampas kehidupan suku-suku Asli Amerika (Indian). Tanah dirampas, hak-hak dihapuskan, dan mereka hanya dijadikan warga negara kelas 2,3 dan seterusnya. Ahhh,, lalu dimanakah sebenarnya demokrasi yg mereka maksudkan itu, yang katanya menurut hidup Allah tentang kehidupan bebas itu?????

Ya, akibat Demokrasi jugalah bangsa Papua menjadi masyarakat kelas sekian (mungkin 4,5,6 dan seterusnya) dan bisa kehilangan banyak sekali manusia dan tanah serta isinya yg ada di air, dan udara.

Bagi sebagian kaum pemikir Islam Fundamentalis bahwa DEMOKRASI yg merujuk kepada Paman Sam adalah Cita-cita untuk meng-Kristen-kan seluruh umat manusia dibumi, hal mana yg merujuk pada Matius 28 "Jadikanlah Seluruh Bangsa Murid Ku". (Mungkin harus didiskusikan makna Teologis tentang arti kata "MURID" dalam ayat tersebut). Apakah hanya Merujuk pada seorang yg menganut agama Kristen Saja ataukah pada semua Umat Manusia yg mengaku dan percaya kepada Tuhan. Tentunya pengakuan USA sebagai negara yg paling demokratis ini telah melahirkan kecurigaan besar bagi pemikir-pemikir radikal Islam bahwa Paman Sam telah mencoba Kristenisasi lewat ajaran Kristen Yaitu DEMOKRASI..

Hal ini juga merambah sampai ke Indonesia, itulah sebabnya kenapa Indonesia tidak dapat menerapkan konsep demokratis sepenuh hati. Ada ketakutan bahwa identitas Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar ini akan runtuh, identitas ras ke-melayu-annya akan terkikis habis secara perlahan-lahan. Tapi apakah saat demokrasi yg sesungguhnya diberikan kepada bangsa Papua, apakah demokrasi tersebut tidak akan memakan korban bagi orang Papua sendiri.

Mungkin saja untuk itulah lahirlah Buku Samuel Huntington yg berjudul "Benturan Peradaban" yg secara garis besar mengatakan bahwa perkembangan dunia timur dalam hal ini negara-negara Islam akan sangat mengganggu eksistensi negara USA. Hal mana membuat Almarhum Gus Dur gerah dan mengecam Huntington pada satu kesempatan saat mereka bertemu di Tokyo. Sebab menurut Gus Dur, fundamentalis lahir disebabkan oleh ketidakmampuan sekelompok orang, masyarakat ataupun bahkan negara yg tidak mampu dan merasa akan terancam eksistensi kehidupannya,, untuk itulah salah satu cara bertahan adalah dengan menggunakan nilai-nilai agama untuk berontak dan melakukan perlawanan balik terhadap yg dirasa akan mengancam.

Secara garis besar, dalam dunia Politik hal itu semakin dinyatakan lewat ideologi-ideologi Partai Politik yg lahir dan berkembang sampai dasawarsa ini. Yahudi di Israel dengan paham Zionis melahirkan partai khadima dengan Ideologi Zionismenya untuk berjuang. Secara politik guna mendirikan sebuah Negara Israel Raya, yaitu berarti dihapuskannya negara Palestina dari muka bumi ini, serta yg bukan Yahudi tidak boleh berada di Negara Yahudi tersebut. Partai Republik di USA, yg berlambang elang sebagai supremasi Dovish (Aliran Keras) ini berideologi dan bercita-cita untuk mendirikan World State atau Negara Dunia, dan menjadikan USA sebagai pemimpinnya. Hal ini terlihat dari Mega Proyek PNAC (The Project of American Century) yg digalang oleh Bush Jr, Rice, Wolf, Rumsell dan kroni-kroninya di White House.. Mereka mengaku bahwa mereka adalah bagian Fundamentalis Kristen, dan mereka juga yg menjajah dimana-mana, lalu sekali lagi dimanakah demokrasi itu berada.


Hal yg sama juga terjadi di Indonesia, PKS yg berideologi Syariat Islam tentunya bercita-cita untuk mensyariatkan seluruh Indonesia, yg berarti bahwa yg berada diluar Islam harus tunduk dan taat kepada syariat Islam.

Ataukah Jerman dengan konsep SosDem, yg berteriak Sosialis dan demokratis bagi rakyatnya, tetapi disisi lain menjajah bangsa lain, Adidas, Mercy, VW, dan lain sebaginya. Biaya Produksi di kurangi, Hasil produksi berlipat ganda, tetapi harga buruh di pabrik diinjak. Seperti sepatu adidas yg dikerjakan, bahwa upah buruh pabrik sama dengan harga tali sepatu adidas. Jaman Gari Gatal (Kutipan bapa Henk) membuat semuanya menjadi mudah, transaksi menjadi gratis diseluruh dunia, yg penting ada campur tangan IMF dan World Bank, maka sudah pasti akan terjadi Free Trade Agreement.

Refleksi::
Demokrasi dan Kekristenan adalah dua hal yg tidak dapat dipisahkan, keduanya saling terikat, sebab Yesus telah mengajarkan itu jauh sebelum para tokoh-tokoh Plato, Socrates, Aristoteles, Webber, Marx, Ibnu Choldun, John Lock, Thomas Hobbes, dan yg lain-lainnya lahir dengan konsep demokrasi dan konsep negara menurut mereka.

Demokrasi seharusnya disesuikan dengan kearifan lokal dan budaya suatu bangsa. Demokrasi jangan menjadi legitimasi untuk menjajah orang atau bangsa lain, sebab itu tidak diajarkan oleh Tuhan dalam makna kebebasan hidup.
Sama seperti ketika Che Guevara mengatakan bahwa "Saya Belum Menjadi Kristen Kalau Saya Belum Berjuang Untuk Membebaskan Orang Lain Dari Ketidakadilan".
Pilihan untuk menggunakan dan mengimplementasikan iman Kristen ada banyak cara, semua tinggal kita saja yg memilih, mau menggunakan cara yg mana.. Yg penting tidak menjadi seperi Za-Ke-Us seperti yg bapa henk bilang..

Disisi lain Self Government atau demokrasi dalam sistem pemerintahan seperti yg terjadi di Grenn Land dan Farq di Denmark memberikan sebuah perkembangan baru dalam studi self government dan demokrasi itu sendiri, ataupun bberapa negara seperi monako, sarawak, hongkong, dan negara-negara lain di dunia. Tentunya kita akan lebih mempertajam konsep-konsep itu sesuai dengan kondisi dan situasi yg terjadi di Indonesia dan Papua.

Apakah Bangsa atau Orang Papua dapat mendirikan sebuah Partai Politik yg berideologikan Kemerdekaan Papua Barat, seperti yg dilakukan oleh beberapa partai yg ada di luar sana.
Apakah harus ada orang kaya raya di Papua yg mau menginvestasikan uangnya untuk mendirikan partai-partai lokal Papua atau pun Partai Nasional yg berideologikan Demokrasi dan Kebebasan Papua Barat. Mungkin harus melalui proses diskusi yg panjang untuk mematangkan persiapan-persiapan itu. Dan bagaimana seharusnya Kekristenan di Papua itu dijadikan sebagai sebuah filosofi perjuangan untuk kebebasan seluruh bangsa Papua tanpa melihat, bendera kelompok, suku, adat, agama, dan lain sebagainya,, seperti yg telah dicontohkan oleh banyak orang.
Che Guevara, Paus Paulus Yohanes II, Mother Theresia, Marthen Luther King, Nelson Mendela dan masih banyak lagi..

Tentunya pandangan kita semua berbeda-beda tentang hal-hal yg saya tulis ini. Namun dengan perbedaan-perbedaan itulah kita akan menjadi semakin kuat dan solid. Mohon maaf, saya tidak bermaksud untuk menggurui siapa-siapa, karena saya tahu bahwa yg berada didalam millist ini adalah para pemikir-pemikir hebat, yang tentunya akan membuat saya menjadi banyak belajar dari teman-teman, kk, om, dan semua orang tua yg ada disini..

Trimsss
Salam Perjuangan
Jeffry Papare

-----------BALAS-------

From: "Victor F. Yeimo"
Sender: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Date: Fri, 17 Jun 2011 15:29:10 +0800 (SGT)
To:
ReplyTo: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Subject: Bls: [satu-kata-lawan] Kristen dan Demokrasi

Sobat Jeffry,

Kalimat terakhir "Dan bagaimana seharusnya Kekristenan di Papua itu dijadikan sebagai sebuah filosofi perjuangan". Barangkali inti pesan kawan yaitu menggunakan kekuatan iman untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua Barat, karena kristen menjadi mayoritas orang Papua saat ini.

Lalu ada pertanyaan sebelumnya, "Apakah Bangsa atau Orang Papua dapat mendirikan sebuah Partai Politik yg berideologikan Kemerdekaan Papua Barat, seperti yg dilakukan oleh beberapa partai yg ada di luar sana".

Dari dua pesan ini kalau saya tidak salah, anda mau mengatakan "Perjuangan Papua harus berlandaskan ideologi kristen sebagai yang mayoritas". Dewasa ini di Papua, agama (khususnya agama kristen) mengalami transformasi baik secara kelembagaan, secara akademis maupun pelayanannya. Hal itu mulai ditujukan oleh beberapa pemimpin Gereja-Gereja di Papua, seperti Sofyan Yoman, Benny Giay, Karel Phil Erari dll dalam mensiasati situasi-situasi yang mengancam eksistensi orang Papua. Tetapi banyak juga yang masih membawa pikiran pelayanan kedalam filosopi barat yang menganggap agama-agama universal itu sebagai yang punya kebenaran penuh tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Demokrasi itu akhirnya melahirkan Globalisasi (G. Bush, dll sebagai penggasnya). Dan wajah itulah yang nampak, dan seakan-akan menjadi konsekuensi logis bagi dunia. Wujud dari itu orang Papua saat ini terbelenggu dalam ikatan neoliberalisme/kapitalisme global, kolonialisme dan militersme. Tetapi pimpinan agama universal (agama samawi) menganggap itu sebagai "wahyu", yang mau tidak-mau harus diterima oleh umat kristen di dunia. Dan pengalaman ideologisasi agama seperti "zionisme" membuktikan dirinya sebagai "predator ulung" yang memangsa nilai-nilai kearifan lokal demi kejayaan Israel. Dan itu tertawa sampai di Papua sebagai daerah incaran (menjadikan wilayah ini sebagai bangsa "zion").

Jadi, dalam pikiran saya, disatu sisi menjadikan kristen sebagai simbol perjuangan akan memberikan kejayaan bagi simbol religi unversal, pada akhirnya itu ibarat pedang bermata dua, ibarat bom waktu, ibarat api dalam sekam yang pada akhirnya kita harus siap menerima segala konsekuensinya. Agama itu adalah nilai, bukan doktrin dan bukan ritualitas belaka. Karena ia bernilai, maka nilainya dimanfaatkan untuk membangun peradaban moderen yang mengancam eksistensi kearifan. Kalau demikian, maka perlu ada pendekatan-pendekatan realitas dan nilai-nilai kearifan lokal dalam membentuk sebuah nilai dan sistem, sehingga perjuangan ini dibangun berdasarkan semangat itu.

Saya sepakat bahwa harus ada lembaga yang merampung dan merawat ideologi. Dala hal ini partai ideologis. Memang benar, kita butuh uang dan orang yang mau seriusi hal-hal ini, demi menyelamatkan Papua dari berbagai macam kepungan kepentingan yang berkedok "ideologi".

Selamat sore sobat

=============

Victor F. Yeimo,
International Spokesperson for the West Papua National Committee [ KNPB ]
"Tidak ada kemenangan revolusioner tanpa teori revolusioner"

-------------BALAS---------


Dari: jeffrey_raynold()yahoo.com
Judul: Re: Bls: [satu-kata-lawan] Kristen dan Demokrasi
Kepada: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Tanggal: Jumat, 17 Juni, 2011, 4:33 PM

Tuan Viktor,

Itulah kenapa saya katakan bahwa pilihan itu ada ditangan kita masing-masing, saya tidak memberikan sebuah gambar yg jadi, tetapi hanya memberi sketsa gambar, dan semua orang berhak untuk memberikan warna dan melengkapi gambar itu sesuai dengan keinginan masing-masing. Tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yg masing-masing orang hadapi di wilayah masing-masing. Dan terimakasih Tuan Viktor sudah memberikan beberapa warna pada sketsa gambar itu, seperti yg sudah saya katakan diatas bahwa saya akan mendapatkan banyak warna pelajaran dari Tuan-Tuan sekalian.

Pernah saya bertanya kepada dua orang tua renta yg menghabiskan hidup mereka untuk mengorganisir rakyat agar rakyat dapat memampukan diri untuk mengurus diri mereka sendiri. Apakah ideologi itu penting dalam sebuah gerakan, orang tua yg pertama menjawab bahwa itu tidak perlu sebab ketika ideologi itu muncul, maka semua orang yg terlibat dalam gerakan itu kerjaannya hanya akan mengurus agar ideologi itu tetap hidup tanpa peduli gerakan di rakyat untuk perubahan itu jalan atau tidak. Lalu saat yg sama saya bertanya kepada orang tua yg kedua, jawabannya adalah penting, sebab tanpa sebuah ideologi rakyat terkadang tidak mau bergerak untuk melakukan perubahan. Sekali lagi tuan Viktor, kembali kepada diri kita masing-masing dan sesuaikan dengan kondisi,, kalau dalam sebuah syair lagu "Anak Masing-Masing Di Sudut-Nya".. Hehehehe.

Seperti yg pernah dikatakan oleh Alm. Pdt. Eka Darmaputra,, dengan jelas Eka membagi dalam syair tulisannya antara "Politik Agama dan Agama Politik. Politik agama adalah, orang-orang yg hanya memakai tameng agama untuk mencari kekuasaan, sama seperti yg tuan viktor maksudkan diatas. Lalu agama seharusnya bagaimana?? Lebih lanjut Eka katakan bahwa Agama politik adalah seharusnya Agama menyesuaikan diri dengan adat dan budaya masyarakat setempat dengan tidak mengubah substansi adat dan budaya. Ahhhh,, biarlah bapa-bapa pendeta yg akan menjelaskan lebih jauh tentang hal-hal demikian.

Saya hanya kuatir, kelak seperti Indonesia ini, yg tinggal menjadi kebanggaan Indonesia ini adalah hanya tersisa bahasa Indonesia yg mempersatukan negara bobrok ini. Kemana pancasila? UUD 45? Semuanya tidak mampu mempertahankan NKRI ini, kalau kata ramalam Magnis Suseno, bahwa 2021 indonesia akan pecah dan akan terbagi2 menjadi beberapa negara bagian. Hal ini kalau ukurannya adalah Ideologi Pancasila dan UUD 45 itu. Tapi yg pasti kita orang Papua tidak punya urusan dengan hal tersebut, sebab urusan Indonesia mau pecah atau tidak bukanlah urusan Papua. Sebab Merdeka tanpa atau dengan pecahnya Indonesia tidak menjadi persoalan, sebab tujuannya tetap sama yaitu merdeka.

Ideologi dan Nasionalisme adalah hal-hal yg mungkin saja butuh perdebatan, seperti USA yg dengan bangga warga negaranya akan mengatakan bahwa "Kami lebih mencintai USA ketimbang diri kami sendiri".. Mati untuk USA adalah kemuliaan seperti yg tertulis dalam mata uang mereka "In God We Trush". Oh paulus sejati kah mereka,, hahahaha,, maaf tuan viktor hanya intermezo.. Sebab sekali lagi pikiran Tuan Viktor terbukti tentang bungkusan ideologi tersebut, seperti yg sudah sy tulis tentang Sosdem diatas.

Mari kita melancong melihat kabarnya Liberal dan NeoLiberal dalam gugusan globalisasi ini. Paham yg sudah lahir sejak Adam Smith dkk mulai mencari formula agar bagaimana negara dapat memberikan kesempatan kepada individu untuk terlibat dalam praktek ekonomi, dan sudah seharusnya ekonomi diberikan kepada individu, bukan lagi sebuah organisasi besar seperti negara.. Disana lahirlah anak laki-laki yg namanya liberal, yaitu agar negara menjamin kebebasan individu untuk berkarya dan lain sebagainya, terlebih memberikan kesempatan kepada individu untuk terlibat dalam kegiatan bisnis, dan negara hanya sebagai pengawas dan pemelihara.

Tidak jauh dari Tanah Inggris setelah terjadi perubahan besar dalam bidang ekonomi dengan lahirnya ekonomi liberal tersebut, di negara eropa lainnya yaitu di jerman, muncullah Tesis yg ditulis oleh Max Webber "The Protestan Etic and The Spirit Of Kapitalism" atau "Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme".. Secara garis besar Weber katakan bahwa "Tidak semua orang bisa masuk Surga" dan banyak orang bertanya lalu bagaimana agar dapat masuk surga? Jawab webber dalam tesisnya itu hanya 3 hal yg bisa membuat orang Kristen masuk surga, yaitu 1. Investasi 2.Bekerja Keras 3. Hidup Hemat. Pada akhirnya tiga hal tersebut menjadi "ETOS" atau "BUDAYA" orang Jerman hingga kini. Tesis Weber secara radikal mengubah dunia eropa, dan mulai saat itu lahirlah apa yg kita kenal dengan hukum kapital dan semakin modern dunia ini menjadi sebuah paham atau ideologis yg kita kenal dengan Kapitalisme. Yang disayangkan adalah bahwa apa yg dimaksud dengan Weber dalam tesis itu tidak tuntas dilaksanakan, sebab kekayaan yg dikumpulkan dimaksudkan untuk membantu yg lain, bukan untuk menguasai yg lain. Inilah yg hilang dari nilai-nilai teologis seperti yg dimaksudkan oleh Weber.. Tetapi apapun itu, paling tidak dengan tesis itu, Weber telah berhasil mengubah wajah Jerman hingga kini.

Belakangan ketika Margaret Teacher (wanita tangan besi) PM Inggris dan Presiden USA Kenedy bertemu tahun 1970-an untuk membahas soal krisis yg terjadi diantara negara Eropa dan USA, maka mereka mengawinkan Ekonomi Liberal dan Semangat Kapital dengan menyingkirkan Etika Protestan, atau para sosiolog terkadang lebih senang dengan menyebutnya sebagai "The Ten Commanders" maka lahirlah yg kita kenal dengan nama GLOBALISASI.

Kebebasan saja tidak cukup, sebab jauh lebih penting menguasai sistim, akhirnya Globalisasi melahirkan NeoLib,, untuk membantu agar anak bayi ini cepat tumbuh untuk menjadi dewasa maka NeoLib diberikan bantuan dengan suplement yg namanya IMF dan World Bank, seperti yg ditulis lugas oleh Jhon Perkins dalam bukunya The Economi Hitman, yaitu bagaimana agar sebuah negara bergantung sepenuhnya kepada negara Kaya (USA) dalam hal ini NSA dan CIA yg lebih banyak memainkan peranan itu, Indonesia adalah korban yg kesekian, maka Papua juga ikut merasakan dampaknya.

Cover Globalisasi dapat dilihat dengan kasat mata, tetapi substansi Globalisasi itu yg harus di analisis. Bagaimana perdagangan bebas itu dijalankan dalam jaman globalisasi ini, seperti yg sudah sy tulis tentang MIFEE di Merauke, seperti yg terjadi hampir diseluruh dunia ini. Indonesia terperangkap dalam ASEAN dan akhirnya mau tidak mau Papua juga imbasnya. ASEAN + China, Jepang, Aussie, New Zealand, Korea Selatan, Hindia. kolaborasi dengan Free Trade Agreement merupakan hasil kawin paksa dari Globalisasi dan semangat kapitalisme itu. Oleh karena itu kawin paksa, sehingga Implementasi dilapangan juga dipaksa-paksakan, seperti ACFTA (ASEAN - China Free Trade Agremeent) atau teman2 lebih senang menyebutnya dengan CAFTA (apapun sebutannya tetap saja tidak mengubah substansi) atau juga AANZFTA (ASEAN-Australia, New Zealand Free Trade Agreement) bahwa Indonesia telah menggadaikan Papua ke seluruh penjuru dunia, baik dalam regional ASEAN maupun dengan regional yg lain.. Bagaimana dengan Papua, sudah siapkah kita dengan anti tesis untuk melawan itu semua?? Jawabannya ada di hati setiap manusia Papua masing-masing. Bagaimana bersatu untuk melawan jaman Gari Gatal ini, paling tidak kita mengerti siapa musuh dan siapa lawan kita.

Sekali lagi terimakasih Tuan Viktor untuk komentar Tuan, saya hanya mencoba untuk mengurai pelan-pelan, maklum saya baru anak kemarin sore yg lagi belajar, dan semoga dengan ilmu yg saya dapat kelak bisa membantu Perjuangan Papua Merdeka.. Pastinya Tuan Viktor lebih paham dengan segala konsep tentang Globalisasi dan Kekristenan yg ada di Papua. Sekali lagi, saya hanya memberikan sketsa gambar, bukan gambar jadi, sebab saya tak bisa menggambar dengan baik, kalau salah namanya juga hanya sebuah sketsa, dan saya akan perbaiki hal itu. Semua kembali kepada sudut pandang masing-masing..

Hormat Untuk Tuan Viktor dan Teman-teman di KNPB..

Trimssss
Salam Perjuangan
Jeffry Papare

-------BALAS----------

Dari: "Victor F. Yeimo"

Kepada:satu-kata-lawan()yahoogroups.com

Jefry yth,

Walau tidak banyak mengenal engkau, tetapi dari ulasan anda menyatakan bahwa anda mengerti tentang esensi sebuah pembebasan. Perjuangan Papua sebenarnya membutuhkan pikiran-pikiran maju, menjadikan ide dan gagasan perubahan sebagai topik diskusi dan diskursus bersama. Hal itu akan membuat kita mengenal dunia tidak stengah-stengah, tapi tuntas dalam memahami segala realita dan dinamika perubahan di sekitar kita.

Sebagai manusia dalam komunitas sosial, setiap kita mempunyai beban untuk memberikan kontribusi pemikiran yang logis. Dan sharing sobat Jefry adalah bagian dari itu. Semacam membuka pemahaman luas terhadap perjuangan. Tidak ada yang lebih di dalam perjuangan selain ide-ide logis yang dapat diterima oleh kita bersama-sama, secara objektif bukan subjektif. Saya tidak lebih, melebihi realita yang membentuk ide-ide pembebasan. Dari kebodohan kita berupaya mengerti realita menjadi sebuah pengetahuan yang patut dibagi antar sesama. Karena tidak ada pengetahuan perjuangan kalau tidak pernah ada kelas penindas dan kelas tertindas.

Baru 6 bulan berjalan dalam tahun ini, Papua dipandang sebagai wilayah strategis bagi investor. Kami ikuti berita tentang geliat para kapitalis dan kolonialis bersekongkol membangun proyek-proyek investasi berskala internasional di Papua. Pemerintahan Otsus di Papua menyambut positif para investor yang kebanyakan dari China. Dari beberapa sumber berita, saya ikuti dan mencatatnya sebagai berikut:

11 Januari 2011, China mulai melirik investasi berbasis kekayaan alam di wilayah timur Indonesia. Sebuah badan usaha di bawah naungan pemerintah China,Metal China Corporation (MCC), berencana menjajaki peluang bisnis pertambangan. Sekretaris Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Sestama Bappenas Syahrial Loetan mengungkapkan,MCC yang masuk peringkat delapan BUMN terbesar di dunia ini tertarik berinvestasi di wilayah timur Indonesia,khususnya Papua. (okezone, Selasa 11 Januari 2011)

13 Januari 2011, Megaproyek pembangunan pabrik semen di Timika, Papua, diperkirakan menelan investasi hingga Rp 7,3 triliun. Investor domestik melalui PT Egayai Papua Indonesia akan menggandeng perusahaan manufaktur Denmark, FLSmidth, untuk merealisasikan megaproyek tersebut pada tahun ini. Dirut PT Egayai Papua Indonesia Jefri Kayame menjelaskan, perseroan sudah menyiapkan lahan 1.000 hektare di Timika, Papua Tengah, untuk membangun pabrik semen berkapasitas 3 juta ton. Sumber Egayai.com.

Januari (12/1): Juru bicara Wakil Presiden Indonesia Boediono baru-baru ini mengatakan, Boediono mengadakan pertemuan dengan Presiden merangkap CEO PT Pembangunan dan Investasi Nasional Tiongkok (SDIC), Wang Huisheng pada tanggal 7 Januari lalu. Pada kesempatan itu, Boediono menyambut perusahaan Tiongkok untuk menanam modal di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat untuk membangun infrastruktur dan mendorong perkembangan industri lainnya. PT Pembangunan dan Investasi Nasional Tiongkok adalah salah satu BUMN utama Tiongkok. Papua dan Papua Barat telah menjadi tujuan utama investasi Indonesia.

18 April 2011, Perusahaan Tehnik Jerman Ferrostaal AG mengumumkan rencana mereka untuk membangun pabrik petrokimia di Papua Barat dengan biaya US$ 900 juta, demikian dikatakan seorang eksekutif senior perusahaan tersebut kepada wartawan di Jakarta. Sumber JUBI

24 April 2011, Perusahaan asing asal Korea, Korindo akan akan mengembangkan HTI (Hutan Tanaman Industri) karet dengan investasi US$200 juta. Sementara pabrik pulp dan pertukangan sebesar US$100 juta di Papua. Investasi itu akan berjalan dari tahun 2012 hingga 2017, kata Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto. pemerintah Jayapura akan mengembangkan HTI di wilayah Selatan yang meliputi Kabupaten Jayapura, Mappi dan Asmat dengan luasan mencapai 400 ribu hektar. Sumber Bisnis.com

26 Mei 2011. Perusahaan minyak asal Inggris British Petroleum, menyatakan akan meningkatkan investasinya di Indonesia untuk sepuluh tahun ke depan, pada proyek Tangguh LNG, di Provinsi Papua, dengan nilai total mencapai 10 Milyar Dollar AS. Fokus investasi adalah proyek Tangguh LNG. Hal ini disampaikan Group Chief of Executives BP, Robert Dudley, usai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di kantor Presiden,Kamis (26/5). (Tempo Interaktif.com/28/05/2011).

Kamis (16/6/2011), 13 Pengusaha asal China yang tergabung dalam group Sausan akan membangun perusahaan di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di kawasan Pelabuhan Paumako, Distrik Mimika Timur. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Mimika Luther Bonggoibo mengatakan, 13 pengusaha China itu tergabung dalam grup Sausan dan mereka menyanggupi investasi perikanan di Mimika senilai 250 juta dollar AS. Sumber Kompas (16/6).

Kamis, 16 Juni 2011. Papua kerja sama Ivestasi dengan Swedia. Gubernur Papua, Barnabas Suebu menambahkan, kerjasama di bidang ekonomi dengan Swedia juga dijalin, melalui investasi di bidang pertambangan. Ia berharap investasi di bidang pertambangan ini, bisa berjalan sesuai aturan. Sumber: KBR68H, Papua.

Senin, 16 May 2011. Untuk mengamankan investasi asing di Papua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta jajaran TNI dan Polri memberi jaminan keamanan atas berbagai usaha dan investasi di Papua untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi masyarakat di wilayah provinsi ujung timur Indonesia itu. Menurut Velix, kunjungan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono bersama Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo ke Timika, Merauke dan Jayapura saat ini merupakan wujud komitmen kedua institusi negara itu untuk terus menciptakan stabilitas kondisi keamanan yang lebih baik di Papua. Sumber Jurnal Nasional hal 10.

Kemarin lalu, DPD RI melalui Paulus Sumino menyatakan Papua adalah pintu bagi Indonesia untuk mengamankan perluasan basis ekonomi di kawasan Pasifik. Tidak tanggung-tanggung, paitua ini menyatakan bahwa wilayah Papua yang luas harus menjadi target investasi di berbagai bidang produksi.

Kalau situasinya demikian, maka bukan tidak mungkin bahwa 10 tahun mendatang wilayah ini memperlihatkan bentuk penjajahan ekonomi politik yang semakin serius. Akan banyak muncul agen-agen kapitalis kecil di seluruh pelosok bumi Cenderawasih dan secara struktural urat penguasa global ini terus menjaya dan sudah tentu orang Papua, Lingkungan Papua dan Adat Papua terkikis habis, Itulah evolusi nilai-nilai budaya suku-suku yang ada di Papua.

Proses ini tentunya akan melahirkan peradaban moderen. Kalau demikian, apakah ada harapan orang Papua membentuk nilai dan sistem dalam eksistensi budaya seperti adanya saat ini. Itu mustahil.--

Kalau demikian, sudah tentu perjuangan harus menemukan jati dirinya sendiri. Seperti teory Materialisme Diakletik, Papua kedepan harus belajar dari pengalaman-pengalaman sejarah, menjadikan realita hari ini sebagai dasar dalam menyimpulkan sintesa perjuangan.

Selamat malam


=============

Victor F. Yeimo,
International Spokesperson for the West Papua National Committee [ KNPB ]
"Tidak ada kemenangan revolusioner tanpa teori revolusioner"

[+/-] Selengkapnya...

16/06/11

Diskusi di Milist Tentang Dialog Jakarta Papua

Diskusi bersama Pdt. Phil Erari dan Victor Yeimo tentang rencana dialog Jakarta Papua dalam milist Satu-Kata-Lawan. Ikuti perbicanganya berikut.

Dari: Phil
Judul: Re: RE: Bls: [satu-kata-lawan] PDP Minta LSM Bahas UP4B
Kepada: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Tanggal: Minggu, 24 April, 2011, 6:18 PM

Salam Paskah buat semua,

Mengikuti semua komentar tentang UP4B, posisi PDP dan komentar terkaitainnya, saya ingin sampaikan satu hal pokok saja.

Kebijakan Otonomi Khusus yang ditawarkan Negara dan ikut didisain oleh para arsitektur a.l. Kafiar, Menufandu Michael. Morin, Tony Rahail, Kaisiepo , Suebu dll,kini menghadapi fakta bahwa rakyat menganggapnya "gagal".Pemerintah serta merta menginstruksikan UP4B sebagai alternatif baru, tanpa suatu konsultasi dengan publik Papua, seperti yang sudah diajukan oleh rakyat lewat MRP dalam bentuk "dialog". Terkait dengan dinamika tadi, Ketua MRP 2006-2910 meninggal dunia, dan seorang wakilnya diganjal keanggotaannya sebagai anggota MRP wakil perempuan yang telah terseleksi; oleh Jakarta.

Gereja2 yang tergabung dalam GKI Tanah Papua,Kingmi, Baptis, a.l telah menyatakan sikap tegas bahwa mendukung suara rakyat Papua, warganya bahwa Otsus gagal dan mendorong terjadinya Dialog.

Saran saya kepada semua pihak agar memberi fokus pada proses dialog Papua Jakarta, dengan dasar Kegagalan Otsus. Kerja2 yang dirintis LIPI dan Dr Neles adalah bagian yang terkait dengan fenomena kegagalan Pemerintahan dan Pembangunan di Papua. JDP Serta para pimpinan Gereja yang dikordinir oleh Dr Benny Giay melakukan pengejawantahan dari amanat Musyawarah Rakyat Papua Juni 2010. PGI melalui mandat SR ke XV Mamasa dan pesan MPL Tobelo mendukung peran profetis Gereja2 di Papua, melakukan koreksi dan mendorong pembaruan lewat Dialog Papua-Jakarta.

Dalam kondisi seperti ini pihak BPK telah mengungkapkan tabir skandal terbesar yang dilakukan oleh pemerintah Prov.Papua dan Papua Barat dalam bentuk giga korupsi yang dahsyat. Kedua Gubernur dan para Bupati, Walikota serta semua aparat patut menjalani proses hukum dengan kawalan rakyat. Kita patut belajar dari refomrasi di Timur Tengah. Papua memerlukan suatu reformasi birokrasi total dan terpenting adalah bahwa tidak ada pilihan lain, a.l. seperti UP4B, terkecuali bersatu untuk sebuah Dialog inklusif komprehensif dan terbuka dalam rangka mencari solusi hukum dan politik baru bagi Papua.

Sekali lagi Selamat Paskah

Phil Erari

----------BALAS-----------------------

From: Victor F. Yeimo
To: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Sent: Sun, April 24, 2011 7:12:31 PM
Subject: Re: RE: Bls: [satu-kata-lawan] PDP Minta LSM Bahas UP4B

Bpk. Phil yth,

Kalau dialog itu dilakukan dengan pemikiran bahwa Otsus gagal, maka secara tidak langsung memberikan kebenaran bahwa kehadiran Otsus itu pernah direstui oleh orang Papua, atau orang Papua pernah minta Otsus. Coba lihat esensi masalah di Papua. Papua terus bergejolak bukan karena Otsus gagal tapi karena kami rakyat tidak pernah minta Otsus, buktinya hari ini sekalipun KPK umumkan korupsi dana Otsus, rakyat Papua tidak terpengaruh dan tidak ambil pusing untuk demo dll, karena memang Otsus dan segala permasalahannya bukan merupakan sesuatu yang dipermasalahkan orang Papua.

Kalau memang Otsus hadir untuk menjawab tuntutan Papua Merdeka waktu itu, lalu kenapa rakyat masih tuntut Papua Merdeka. Janganlah mereduksi persoalan Papua Barat kedalam praktek pemerintahan dan kebijakan NKRI di Papua.

Kedua, perspektif pembebasan nasional Papua Barat tidak bertujuan untuk sebuah reformasih dan perbaikan birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan kolonial di Papua Barat. Makanya stop bawa pemikiran moralis yang terus menerus menyuburkan sistem dan pola kolonialisme di Papua Barat. Perjuangan Papua adalah perjuangan merebut sebuah kemerdekaan politik. TITIK.

Selamat malam

=============
Victor F. Yeimo,
International Spokesperson for the West Papua National Committee [ KNPB ]
"Tidak ada kemenangan revolusioner, tanpa teori revolusi

------------BALAS-----------
Dari: Phil
Judul: Re: RE: Bls: [satu-kata-lawan] PDP Minta LSM Bahas UP4B
Kepada: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 25 April, 2011, 3:25 PM

Ad Victor,
Catatan dan komentar anda tidak salah. Komentar saya adalah berdasarkan suatu bedah politik yang riel, tanpa menisbihkan akar permasalahan Papua, yakni pelanggaran Prinsip Act of Free Choice.
Otsus, sebagai solusi politik telah dianggap gagal, dan itulah realita politik hari ini. Diatas platform itulah rakyat menuntut suatu solusi politik yang baru. Jalannya:melalui Dialog inclusive.
Selamat Paskah!

Rev.Karel Phil Erari

---------BALAS------------

From: Victor F. Yeimo
To: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Sent: Mon, April 25, 2011 6:12:51 PM
Subject: Re: RE: Bls: [satu-kata-lawan] PDP Minta LSM Bahas UP4B

Bpk Phil,

Realita politik hari ini dibangun berdasarkan opini Pejabat Jakarta dan Pejabat Papua. Dan dalam kaca mata mereka boleh saja Bpk bilang Otsus sebagai solusi politik. Pertanyaan berikut, bila otsus dipandang sebagai solusi politik, maka bisakah Bpk jelaskan apakah solusi Politik (otsus) itu dilahirkan berdasarkan kesepahaman bersama rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia (apa ada nota kesepahaman, dan keputusan UU yang bagaimana?) Kapan rakyat menyetujui untuk Otsus ada di Papua sebagai jawaban politik? Apakah pernah ada konsultasi publik untuk meminta rakyat menyetujui kebijakan Otsus? ataukah Kongres II pernah menyetujui lahirnya Otsus sebagai jawaban tuntutan politik yang berkembang saat itu? Kalau ada tunjukan!.

Jawabannya tidak ada. karena Otsus dilahirkan atas keinginan Jakarta dan elit pejabat Papua yang pada saat itu nafsu jabatan dan uang. Artinya otsus hanya dilegalkan oleh elit pejabat, sedang rakyat tidak melegitimasinya. Sehingga paradikma yang harus dibangun adalah BELUM ada solusi politik antara rakyat Papua Barat dan Pemerintah Indonesia. Dan kalau mau dialog dengan topik Otsus tidak perlu melibatkan rakyat Papua karena barang itu bukan milik rakyat Papua, tetapi milik elit pejabat lokal jadi silahkan dialog dengan lembaga-lembaga negara RI di Papua yang melaksanakan otsus, yang menikmatinya dan yang menggagalkannya. Sedang, rakyat Papua akan terus mendesak penyelesaian status politik Papua Barat. Itu sikap tegas. Jadi kalau Bpk dorang tara punya sikap tegas bersama rakyat Papua Barat, jangan mengatasnamakan rakyat untuk bikin dialog sepihak dengan Jakarata, entah mau pake alasan "berstrategi ka", memancing ka?

Tanggal 2 Mei besok akan ada demo tuntut referendum sebagai solusi politik. Rakyat akan tunjukan kepada Indonesia dan dunia internasional bahwa Otsus dan segala kebijakan Indonesia di Papua Barat bukanlah topik yang dipermasalahkan oleh rakyat Papua, tetapi rakyat Papua dari dulu sampai sekarang mempermasalahkan status politik dan hukum Papua Barat dalam NKRI yang tidak sah. Biarkan rakyat terus menuntut referendum sebagai solusi bersama RI.

Bagaimana menuju kesana? tentu banyak jalan, termasuk didalamnya negosiasi, dialog atau perundingan-perundingan sehingga mencapai kesepakatan dialog bersama. Tetapi hari ini belum waktunya untuk dialog, karena belum ada keputusan resmi rakyat dan wakil-wakilnya. Yang harus dilakukan hari ini bersama rakyat adalah konsolidasi kekuatan massa rakyat Papua Barat dalam satu isu tuntutan bersama, yaitu referendum sebagai tawaran solusi yang demokratis dan final.

Terima kasih atas diskusi ini, selamat malam.

=============
Victor F. Yeimo,
International Spokesperson for the West Papua National Committee [ KNPB ]
"Tidak ada kemenangan revolusioner tanpa teori revolusioner"

-----------BALAS---------------

Dari: Phil
Judul: Re: RE: Bls: [satu-kata-lawan] PDP Minta LSM Bahas UP4B
Kepada: satu-kata-lawan()yahoogroups.com
Cc: "andy ayamiseba" , "vivi erari"
Tanggal: Selasa, 26 April, 2011, 7:08 AM

Pagi ad.Victor,

Baguslah bahwa anda komentari catatan saya.

Pertama, Saya sudah menuangkan seluruh problematik Papua dalam buku Yubelium dan Pembebasan untuk Papua Baru, terbitan Akasara, Gramedia 2006. Buku tersebut menguak konspirasi Jakarta seperti yang dituturkan oleh Dr PJ Drooglever serta berbagai artikel disekitar Hukum dan HAM.Bagian lain dalam buku itu, persoalan Lingkungan Hidup menjadi entrypoint strategis bagi perjuangan Papua. Pada Bab terakhir anda akan menemukan platform apa yang menjadi dasar Theologis bagi dibangunnya Theologi Pembebasan buat Papua.

Kedua, Masalah Otsus sebagai solusi politik, memang merupakan tawaran Jakarta menjawab solusi politik yang dituntut tim 100, 26 Pebruary 1999.Lima belas tokoh Papua sudah menyampaikan solusi politik Papua, yaitu : Pengakuan kedaulatan Papua, lepas dari Indonesia. Buku diatas menjelaskan seluruh sejarah lahirnya Otsus.Saya hadir menyaksikan event historis yang dalam sejarah Indonesia, untuk pertama kali wakil rakyat menuntut sebuah penngakuan kedaulatan. Ibarat suara Musa didepan raja Firaun :Let my people go!!!

Ketiga, soal referendum yang anda sebutkan adalah suatu pilihan politik dalam kerangka mencari solusi politk, dan sekali lagi pilihan itu hanya akan terwujud bila kedua belah pihak tiba pada suatu kondisi dimana, dan dalam hal ini Pemerintah tidak bisa lagi mempertahankan solusi politik yang diberlakukan di Papua, antara Otsus dan UP4B. Jadi, ad Victor ini yang dimaksudkan dengan realita politik. Antara kutup Otsus dan Keadaulatan politik suatu teritory seperti Prov.Papua dan Papua Barat.Saya sependapat bahwa harga diri dan martabat orang Papua akan dipertaruhkan lewat Referedum sebagai proses demokrasi yang diakui dunia. Tetapi, sekali lagi!!!;

Jalan menuju Referendum tak segampang kita suarakan dan tulis. Hanya ada dua jalan :Pertama, Model Timtim atau Sudan Selatan, dimana kekerasan dan korban berjatuhan sehingga terjadi intervensi pihak ketiga terjadi.Kedua, Model Resolusi Konflik secara damai, dimana perlawanan kultural dan spiritual menjadi satu kekuatan rakyat, (peoples power). Model kedua inilah yang merupakan proposal Bapak Izaak Hindom alm.kepada Suharto, Tri Sutrisno, Megawati, Gus Dur dan SBY.

Model kedua inilah yang telah diprakarsai oleh 3 Gereja (GKI di Tanah Papua, Gereja Kingmi dan Gereja Baptis) yang mewakili sekitar 1 juta penduduk Papua. Anda tinggal memilih model yang mana.

Terakhir ad Victor, berupa bertanyaan: Anda yang mengusung nama front pepera, apa yang merupakan Road Map menuju Referendum untuk Merdeka yang hendak ditawawarkan?

Salam,

Rev.Karel Phil Erari

------------BALAS------------------

Dari: "Victor F. Yeimo"
Kepada: satu-kata-lawan()yahoogroups.com

Selamat pagi kaka,

Karena menyelesaikan konflik Papua membutuhkan bangunan konsep yang strategis dan rekontruktif, maka ade merasa diskusi ini sangat berarti,tidak saja untuk menemukan kesepahaman bersama dalam internal perjuangan, tetapi juga mengartikulasikan itu dalam tahapan kerja bersama kedepan.

Berangkat dari itu, berbagai perspektif harus dikumpulkan agar menjadi jelas kesimpulan dari penyelesaian konflik Papua. Sehingga komentar ade sebelumnya, ade tegaskan bahwa kaka sedang memakai pisau politik penjajah untuk memotong dan menyimpulkan konflik Papua, sesuai keinginan mereka tanpa mendulang untuk menemukan inti persoalannya.

Kalau demikian maka, jauh sebelumnya kita sudah masuk dalam pikiran Jakarta yang selalu salah dalam melihat konflik Papua. Halmana, itupun mempengaruhi kebijakan internasional yang juga melihat konflik di Papua sebagai konflik dalam negeri Indonesia, dimana mereka mendukung Indonesia untuk melaksanakan Otsus dengan baik, dan lebih ironis mereka memandang tuntutan dalam gerakan rakyat Papua sebagai tuntutan memperbaiki Otsus.

Harus ada ketegasan dari rakyat Papua dan terlebih tokoh-tokoh rakyat, sebagaimana kaka selaku penyambung lidah rakyat bahwa Otsus dan kini UP4B bukanlah solusi politik, karena tidak ada istilah reformasi politik, atau rekontruksi kebijakan dibalik aksi-aksi rakyat Papua selama ini.

Saya sempat duduk dengan seorang kaka yang punya pemikiran sama dengan kaka. Dia bilang, "Otsus dorang kasih dan gagal, dan biarkan UP4B juga dong kase dan akan gagal juga. kalau sudah gagal maka solusinya nanti referendum dan merdeka". Wah, dalam pemikiran saya, berarti kita membutuhkan waktu yang lama sekali untuk menunggu dan membuat Indonesia mengambil solusi referendum. Dan kalau melihat dialog inklusif dan komprehensif seperti tujuan kakak Phil, Nelles Tebay, LSM dan pemimpin gereja-gereja lain, maka tidak jauh berbeda bahwa "kita menunggu sampai Indonesia setuju untuk referendum". Atau dengan kata lain, dialog melahirkan solusi kebijakan NKRI baru, setelah kebijakannya gagal, bikin dialog lagi untuk solusi lain, begitu terus (model rekonsiliasi) sampai kapan nanti, hanya kalian yang tahu.

Dalam perspektif perjuangan politik Papua. Pertama, harus tanya dulu kepada rakyat dan seluruh pejuang yang sedang mempermasalahkan konflik politik Papua. Kedua, platform yang menjadi dasar perjuangan Papua Merdeka hanya bisa ditemukan dalam gerakan perjuangan Papua Merdeka, yaitu kami aktifis dan OPM yang terus mempermasalahkan status politik. Itulah yang akan menjadi dasar bagi tawar menawar politik antara Indonesia dan Papua, sama seperti GAM dan Jakarta bikin dialog, dalam komposisi dialog GAM tidak dilibatkan orang-orang moralis dan kaum intelektual ataupun pejabat pemerintah Prov Aceh tetapi murni orang-orang GAM. Di Papua, belum ada komposisi itu dan untuk membentuk komposisi itu, sekali lagi tanyakan kepada mereka yang sedang mempermasalahkan konflik Papua Barat.

Kami selaku yang mempermasalahkan konflik Papua dan Indonesia menyatakan bahwa tidak ada kompromi sepihak oleh dan atas nama lembaga-lembaga adat, agama, universitas, atau lembaga bentukan NKRI lain yang sangat tidak mencerminkan nilai representasi perjuangan Papua Merdeka.

Itu sikap kami, bukan bermaksud menyumbat proses dialog tetapi untuk memurnikan arah perjuangan rakyat Papua Barat. Karena konsentrasi rakyat Papua adalah konsolidasi diri, mengorganisir diri dalam organisasi gerakan massa rakyat Papua Barat. Dan konsentrasi organ gerakan adalah bagaimana rakyat diajak dalam mendorong gerakan perlawanan sipil.

Memang isu referendum harus bergema di seluruh wilayah Papua Barat, itulah tuntuntan tunggal rakyat Papua sebagai bagian dari proses memurnikan akar persoalan Papua, mendorong proses dukungan lembaga dan negara-negara lain untuk penyelesaian konflik, juga agar mereka mengerti apa sebenarnya tuntutan orang Papua saat ini. Oleh karenanya, biarkan rakyat memilih jalur mana yang mereka mau.

Untuk pertanyaan terakhir dari kaka, saya pikir gerakan yang sedang didorong di Papua merupakan bagian dari jalan menuju tujuan. Karena memperoleh kemerdekaan bukan merupakan barang tawar menawar dengan NKRI. Tetapi suatu keharusan bahwa mencapai kemerdekaan harus didorong dengan proses dan dengan cara-cara politik. Bagaimana caranya? merupakan tugas bagi saya dan kaka dorang untuk membangun kekuatan politik di Papua Barat. Tidak bisa kita mendorong sebuah dialog dalam kondisi perjuangan yang sangat cair dan rentang dimanfaatkan oleh musuh. Dan musuhpun tidak melihat nilai tawar dalam internal orang Papua.

Terakhir, ada hal-hal penting sebenarnya tidak sempat saya share dengan kaka. Saya ingin punya waktu bersama kaka dorang untuk share menyangkut pertanyaan kaka yang terakhir itu. Kalau kaka masih di Numbay tolong email kaka punya no di FB atau lewat email pribadi saya. Banyak hal juga yang harus saya belajar dari kaka.

Semoga diskusi ini bermanfaat,

Selamat siang

=============
Victor F. Yeimo,
International Spokesperson for the West Papua National Committee [ KNPB ]
"Tidak ada kemenangan revolusioner tanpa teori revolusioner"

[+/-] Selengkapnya...