12/08/08

Cermin Buat Indonesia

Victor F. Yeimo
(Editorial kabarpapua.com)

PAPUA BARAT masih menjadi wilayah konflik politik sejak wilayah ini diintegrasi kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) oleh dan atas kepentingan ekonomi politik Jakarta-AS. Konflik itu masih membara ulah Jakarta yang masih belum mempunyai kemauan politik dalam penyelesaian status quo ini. Gejolak politik di Papua Barat tentu bukan hal yang baru. Konflik tersebut tidak hanya memakan waktu puluhan tahun, tapi juga memakan korban ratusan ribu jiwa rakyat Papua Barat.

Akar persoalannya adalah Rakyat Papua minta pengakuan kemerdekaannya, sedang Jakarta tidak ingin pemisahan wilayah Papua Barat. Indonesia bahkan mereduksi akar persoalan ini semata persoalan sosial dan ekonomi masyarakat Papua Barat. Lantas, Jakarta terus memasung segala kebijakan sebagai pendekatan resolusi. Nyatanya, rentetan kebijakan itu tidak satupun berarti bagi rakyat Papua Barat. Bahkan, ikut menyuburkan konflik politik tadi. Dan lebih dari itu ikut membangun kesadaran politik rakyat Papua Barat akan penentuan nasip sendiri, lepas dari praktek-praktek penjajahan keji yang dilakukan oleh Indonesia di Papua Barat.

Kasus pengibaran Bintang Kejora (09/08) di Wamena dan rentetan pengibaran kasus sebelumnya yang terjadi secara sporadis di Papua Barat masih sebatas percikan bara dari akar persoalan yang ada. Lantas, cap "Separatis OPM", dan sebaliknya "NKRI Harga Mati" masih menjadi slogan mulia bagi Pemerintah Pusat, Ormas Agama Islam yang reaksioner, terlebih TNI/POLRI di Papua Barat yang seakan-akan memberikan pembenaran terhadap perlakuan sewenang-wenang mereka, seperti menangkap, menculik, menembak/membunuh rakyat sipil Papua Barat.

Kejahatan kemanusiaan pun dianggap mulia bagi negara yang ber-pancasila dan ber-UUD ini. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini kita lihat dan dengar tidak ada pemberlakukan hukum yang adil atas banyak kasus kejahatan TNI/POLRI di Papua Barat. Dua bulan lalu, 10 anggota Kopasus Lantamal X Hamadi Jayapura memperkosa warga setempat, namun tidak ada keadilan bagi korban. Sampai pada penembakan di Wamena kemarin, Wapres Yusuf Kalla, Senin (11/8/2008) malah menuding perlakukan aparat Polri dan mengkriminalkan warga sipil yang melakukan aktivitas perayaan damai pada hari pribumi sedunia. Kelakuan pemerintah dan aparat yang anti hukum dan HAM ini juga ikut memperburuk wajah Indonesia di mata dunia.

Hal ini jugalah yang memicu Solidaritas Internasional dalam masalah Papua Barat. Solidaritas Internasional di Papua Barat, mulai dari komitmen pemerintah Vanuatu tentang dukungan kemerdekaan bangsa Papua Barat; Laporan Khusus untuk Pembela HAM Hina Jilani, serta Pelapor Khusus Penyiksaan Manfred Nowak yang mempermalukan Indonesia di pertemuan Dewan HAM PBB; Kunjungan Kongresman AS, Eny Faleomavaega beserta surat-suranya yang dialamatkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono; serta terakhir surat 40 kongres AS kepada Presiden SBY yang meminta pembebasan tanpa syarat Tahanan politik Filep Karma dan Yusak Pakage adalah beberapa rentetan bukti bahwa persoalan Papua Barat tidak dapat dianggap sebagai persoalan nasional Indonesia. Pertama, Presure internasional dalam masalah Papua Barat ini, paling tidak ada kesadaran Pemerintah Indonesia untuk bercermin kembali wajah aparat negara dalam memperlakukan bangsa Papua Barat selama ini, tanpa harus memberikan reaksi balasan kepada 40 kongres AS dalam masalah nasional Indonesia.

Kedua, Perspektif Indonesia terhadap aksi Solidaritas LSM, Support Group, Komisi PBB serta Lembaga negara seperti 40 surat kongres AS hingga pengibaran bendera Bintang Kejora, PBB dan SOS di Wamena yang merenggut 1 korban jiwa ini musti mengacu pada nilai-nilai Universal yang ada. Sebab, Indonesia sebagai bagian dari komunitas Internasional, dan sebagai Dewan HAM PBB telah meratifikasi sebagian besar konvesi HAM PBB. Desakan internasional itu musti dilihat dalam kerangka Universal, misalnya mengacu pada Deklarasi Universal HAM PBB tentang hak-hak sipil politik, hak seseorang untuk bebas berorganisasi dan berekspresi. Desakan-desakan itu sebenarnya tidak jauh dari semangat penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang disepakati dan diatur secara universal. Apalagi aksi di Wamena pada hari Pribumi Internasional adalah bagian dari semangat masyarakat pribumi terhadap Deklarasi Hak-Hak Penduduk Asli pada 13 Sepetember 2007 lalu, dimana Indonesia juga merupakan salah satu dari 143 negara yang ikut menyetujui Deklarasi itu.

Ketiga, Aksi rakyat dalam menuntut hak politik di Papua Barat tentu bias internasional. Masalah konflik politik Papua Barat sejak pendudukan Indonesia diwilayah ini, tentu erat kaitannya dengan Amerika Serikat, Belanda, bahkan PBB. Makanya, pemeritah RI tidak harus memandang persoalan Papua secara parsial, terlebih untuk menjadikan wilayah Papua Barat sebagai wilayah protektoral.

Menyoal Papua berarti ada catatan sejarah buram tentang status politik wilayah ini dan praktek-praktek penjajahan negara yang menuntut rekonsiliasi konflik yang proporsional. Pernyataan-pernyataan penolakan intervensi AS pasca surat 40 kongres AS serta kriminalisasi terhadap rakyat pribumi atas kasus pelanggaran HAM TNI/POLRI di Wamena ini ibarat meniup barah dalam sekam, dan oleh karenanya represi militer terhadap hak demokratik rakyat pribumi juga semestinya dihentikan.***

[+/-] Selengkapnya...

Aksi Kutuk Penembakan Opinus Tabuni, Jakarta 11 Agustus 2008

Aksi Front PEPERA PB Konsulat Indonesia Wilayah Jawa Barat di Depkes RI Bundaran HI dan Istana Negara Jakarta mengutuk tindakan kekerasan TNI/POLRI di Wamena yang menewaskan Opinus Tabuni saat perayaan Hari Pribumi Internasional. Lihat fotonya:







[+/-] Selengkapnya...

11/08/08

Hari Pribumi Internasional di Wamena: 1 Tewas Tertembak

Jayapura, [kabarpapua.com] -- "Tuhan Yesus, seandainya Engkau Tuhan berkulit hitam seperti orang Papua, pasti engkau menolong bangsa ini dari dulu atau saat ini. Tapi, engkau berkulit putih jadi biarkan bangsa lain mengambil nyawa kami. Dari pada air mata ini terus membasahi negeri ini, musnahkan bangsa Papua dari muka bumi ini", demikian satu bait doa yang diucapkan seorang Penginjil Tua di Wamena saat menyaksikan Opinus Tabuni (35) tertembak, Sabtu siang lalu di Wamena. Berikut Foto korban penembakan oleh TNI/POLRI dan Pengibaran Bendera bangsa Papua Barat, Bintang Kejora, bendera SOS dan PBB dalam kerumunan masyarakat Pribumi Papua Barat di Wamena.





[+/-] Selengkapnya...

01/08/08

Tangis Dogiay

Anak-anak mereka kini piatu
Sanak sodarnya menangis melelehkan air mata
Lelaki muda dipaksa sedih mengubar air mata
kini semua paham
kini semua tau sungai air mata bukan mimpi bukan khayalan
airnya jenih bagai danau Tigi-Tage
tak banjir dimusim penghujan
tak kering diwaktu kemarau tiba
sungai airmata selalu mengalir
entah dimana akan bermuara
tapi siapa yang mengerti
ikan emas engan hidup di disungai airmata
sebab ikan emas pun tau hakikat air mata adalah derita
tapi siapa pula tak mengerti
sekelompok manusia bergembira diatas perahu
melintas di sungai air mata
menebar pukat dan jalan
Dijalan-jalan berderet Ekstrada milik sekelompok klas sosial

Itu yang kudengar kemarin di Dogiyai
Itu yang kurasa hari ini pedih
178 meninggal dalam sebulan
Wabah buatan tangan penjajah merenggut nyawa mereka sekampung
Di layar kaca, ku lihat ku dengar
Retorika penjajah mengubur malu
Kaya negeriku, derita rakyatku
Derita tak berujung
Kemarin mereka, hari ini engkau, esok waktuku

Freeway, 1 Agustus 2008

[+/-] Selengkapnya...

Rindu Adik

Ade, kenapa engkau susah untuk sa hubungi seminggu ini
ade, benarkah kau lupakan kaka
masihkah ada setitik harapan di hati ade
Disana kau mengembara seorang diri
Disini setiap jalan tertutup

Ade, tidak ku tau kan kemana dikau
Diamku hari ini beribu rasa yang sulit sa jelaskan
Hari kemarin masih sama
8 tahun kita berpisah, duniamu tak ku tahu
dan kaupun demikian
tapi ceria masa silam masih terbayang jelas
kau adikku remajamu tak tahu kini
Sibuk pilih kuliamu juga tak
adik, kaka rindu.....!

Freeway, 1 Agustus 2008

[+/-] Selengkapnya...

Jakarta Kota Puisi

Jakarta bagiku kota puisi
Papua bagiku tanah prosa
kunyatakan segala apa yang terasa cinta
seluruh apa yang paling sa benci
apa yang tak kunyata-katakan itulah sisa
yang sengaja kutinggalkan
maka pahamilah
dusta adalah yang sebesar-besarnya dosa
selingkuh dan tipu
adalah saudara kembarnya,-

Freeway, 1 Agustus 2008

[+/-] Selengkapnya...