Jumat, 6/07/2007 pukul 15:14 aku masih duduk terbisu karena capeh. Mulai 2 hari yang lalu, sa tidak tidur baik. Di kamar itu, ku tertidur diatas koran yang membatasi dingin lante bertehel. Jenuh dan capeh setelah pulang koordinasi aksi selanjutnya. Desak rasa juang melupakan lelah badan. Sa angkat remote TV didepan dengan setengah tidur.
Tiba-tiba, layar setengah penuh itu terlihat warna gambar bintang kejora yang menawan. Sa bangun tiba-tiba, mataku melotot dengan cermat melihat aksi kibar bendera Kejora. Ternyata, ku baru mendengar bila kejoraku di pampang oleh beberapa kawanan Aktivis Mesjid di Solo. Ku tidak menduga kalau akhirnya mereka menolak gerakan pembebasan kami dengan membakar identitas, budaya, darah dan juang ku.
Warna abadi itu dibakar para dangkal ideologi budaya dan nasionalis karbitan yang dungu sejarah. Hati tak tenang, emosi terbangkit. Detak jantung semakin cepat. Sakit hati. Mereka membakarnya. "para demonstran membakar bendera separatis OPM" ini berita yang ku dengar. Rasa tidak terima menemani ruang kosong. Ku sedang marah tinggi, bukan karena simbul negara, tapi ku tak menduga masih ada manusia Jawa yang dangkal nasionalismenya. Mereka tidak tahu, entah malas, atau kenapa bila Merah Puti, bendera kebangsaan mereka adalah lahir dari simbol sejarah makanan pokok Jawa, yaitu Merah yang berarti Gula Jawa/aren. Sedang Putih sebagai warna Nasi.
Bukankah sejarah Merah putih sudah tidak mencangkup NKRI, yaitu mengklaim Papua sebagai bagian dari tanah air Merah Putih? Sayangnya, bangunan nasionalisme pancasila tidak berakar NKRI. Sejak berita ini sa dengar, sa bingung tak berdaya. Mengapa masih ada orang Jawa yang masih melanggengkan politik kekuasaan yang masih menggadai falsafah Kerajaan Majapahit sehingga rakyat Jawa hilang dan melarat tak berdaya dari bangsa-bangsa (kerajaan-kerajaan yang menjaya semestinya).
Tapi, sa kembalikan kontrol. Sa menarik nafas berharap redah emosi.Sa ingin tak terlalu jauh dan agresif menanggapinya. Sa kembali merenung. Bertanya dalam hati. Apa arti sebuah simbol?, "what's a flag". Sa menanggap, memang ketidaktahuan inilah akibatnya. Kekuasaan dan rakyat Pengikut kuasa RI inilah yang telah mengorbankan kemanusiaan. NKRI lebih penting dari manusia Papua Barat. Seharusnya, manusia diletakan lebih penting dari sekedar simbol.
Rakyat Solo seharusnya sadar, bukankah ratusan pejuang dan ribuan rakyat telah mati sia-sia demi perjuangan RI? bukankah pengorbanan itu untuk pembebasan rakyat Jawa? tapi apa kini yang dirasakan? Papua tidak termasuk dalam perjuangan Merah Putih, so kenapa harus ikut urus perjuangan rakyat Papua?
Tapi, entahlah, sa tidak mau terus bertanya dalam kepeningan otak. Hati tak terima, tapi harus aku kuat untuk menahan gejolak dendam ini. Sebab, bila bendera dibakar, tapi darah juangku akan terpatri semurni emas dan tak sa tau pekikan M tak akan pernah terbakar oleh kekejaman dunia.
Share
Tiba-tiba, layar setengah penuh itu terlihat warna gambar bintang kejora yang menawan. Sa bangun tiba-tiba, mataku melotot dengan cermat melihat aksi kibar bendera Kejora. Ternyata, ku baru mendengar bila kejoraku di pampang oleh beberapa kawanan Aktivis Mesjid di Solo. Ku tidak menduga kalau akhirnya mereka menolak gerakan pembebasan kami dengan membakar identitas, budaya, darah dan juang ku.
Warna abadi itu dibakar para dangkal ideologi budaya dan nasionalis karbitan yang dungu sejarah. Hati tak tenang, emosi terbangkit. Detak jantung semakin cepat. Sakit hati. Mereka membakarnya. "para demonstran membakar bendera separatis OPM" ini berita yang ku dengar. Rasa tidak terima menemani ruang kosong. Ku sedang marah tinggi, bukan karena simbul negara, tapi ku tak menduga masih ada manusia Jawa yang dangkal nasionalismenya. Mereka tidak tahu, entah malas, atau kenapa bila Merah Puti, bendera kebangsaan mereka adalah lahir dari simbol sejarah makanan pokok Jawa, yaitu Merah yang berarti Gula Jawa/aren. Sedang Putih sebagai warna Nasi.
Bukankah sejarah Merah putih sudah tidak mencangkup NKRI, yaitu mengklaim Papua sebagai bagian dari tanah air Merah Putih? Sayangnya, bangunan nasionalisme pancasila tidak berakar NKRI. Sejak berita ini sa dengar, sa bingung tak berdaya. Mengapa masih ada orang Jawa yang masih melanggengkan politik kekuasaan yang masih menggadai falsafah Kerajaan Majapahit sehingga rakyat Jawa hilang dan melarat tak berdaya dari bangsa-bangsa (kerajaan-kerajaan yang menjaya semestinya).
Tapi, sa kembalikan kontrol. Sa menarik nafas berharap redah emosi.Sa ingin tak terlalu jauh dan agresif menanggapinya. Sa kembali merenung. Bertanya dalam hati. Apa arti sebuah simbol?, "what's a flag". Sa menanggap, memang ketidaktahuan inilah akibatnya. Kekuasaan dan rakyat Pengikut kuasa RI inilah yang telah mengorbankan kemanusiaan. NKRI lebih penting dari manusia Papua Barat. Seharusnya, manusia diletakan lebih penting dari sekedar simbol.
Rakyat Solo seharusnya sadar, bukankah ratusan pejuang dan ribuan rakyat telah mati sia-sia demi perjuangan RI? bukankah pengorbanan itu untuk pembebasan rakyat Jawa? tapi apa kini yang dirasakan? Papua tidak termasuk dalam perjuangan Merah Putih, so kenapa harus ikut urus perjuangan rakyat Papua?
Tapi, entahlah, sa tidak mau terus bertanya dalam kepeningan otak. Hati tak terima, tapi harus aku kuat untuk menahan gejolak dendam ini. Sebab, bila bendera dibakar, tapi darah juangku akan terpatri semurni emas dan tak sa tau pekikan M tak akan pernah terbakar oleh kekejaman dunia.
0 komentar:
Posting Komentar